Generational differences atau perbedaan generasi semakin menjadi topik yang sering dibahas akhir-akhir ini. Hal ini biasanya berkaitan dengan berbagai permasalahan yang muncul di tempat kerja. Banyak perusahaan yang nampaknya menemukan permasalahan performa, etika kerja, cara berpikir, dan juga sikap yang cukup berbeda pada Gen Z dibandingkan generasi-generasi pendahulunya.
Pasar tenaga kerja saat ini terdiri dari berbagai generasi mulai dari 2% Silent Generation, dan diikuti oleh Baby Boomers di 18%. Keduanya merupakan generasi paling senior yang ada dalam dunia kerja saat ini. Selanjutnya ada Gen X di 35% yang generasi terbesar kedua dalam pasar tenaga kerja saat ini. Posisi mayoritas dipegang oleh Millenial dengan estimasi sebesar 39%. Terakhir, generasi terbaru yang bergabung dalam pasar tenaga kerja saat ini adalah Gen Z dengan bobot sebesar 6% (Kumar, 2023). Meskipun jumlahnya masih cenderung kecil namun ternyata mulai muncul berbagai perbedaan pandangan yang nampaknya memicu kritik dari berbagai generasi sebelumnya.
Stereotypes about Gen Z in Workplaces
Ada berbagai stereotypes dan label yang diberikan kepada Gen Z akhir-akhir ini. Berbagai stereotypes yang muncul adalah:
Terlalu sensitif Banyak pihak yang nampaknya memandang Gen Z terlalu sensitif, manja, dan terus menerus membutuhkan perlakuan khusus. Bahkan ada yang menggunakan istilah generasi tempe, lemah, dan berbagai kata-kata negatif lainnya.
'Dikit-dikit mental health dan work-life balance'. Gen Z dipandang kerap kali mengeluhkan mental health dan work-life balance. Generasi ini dianggap lebih mementingkan dirinya sendiri dibandingkan orang lain ataupun tempat dia bekerja. Mereka juga kerap kali sulit dihubungi karena alasan-alasan tersebut.
Tech savvy but bad communication skill Gen Z dipandang merupakan salah satu generasi dengan kemampuan pengoperasian dan pemahaman teknologi yang tinggi namun seringkali mempunyai kemampuan komunikasi yang buruk dengan rekan kerja ataupun atasannya. Tentunya hal ini juga berkaitan dengan poin kedua yang menjelaskan bahwa generasi ini hanya mau dihubungi di jam kerja.
Job hoppers Gen Z dipandang sebagai generasi yang mudah berpindah-pindah tempat kerja, kurang loyal, bahkan ada yang lebih memilih menganggur dibandingkan bekerja di perusahaan yang tidak sesuai dengan nilai yang mereka pegang.
Idealistic Gen Z dipandang sebagai generasi yang terlalu idealistis dan tidak realistis. Mereka sering mengharapkan berbagai hal berjalan sesuai dengan keinginannya. Mereka memilih untuk menolak pemikiran atau budaya pekerjaan yang mungkin selama ini dipegang oleh generasi sebelumnya, karena dianggap tidak lagi dapat diterima oleh generasi mereka.
Inilah beberapa stereotypes yang saat ini melekat di Gen Z. Tentunya kita akan banyak menemukan berbagai kisah dan cerita orang-orang yang mungkin setuju dengan stereotypes tersebut. Namun apakah itu berarti stereotypes ini benar adanya?
Generational Difference in Workplace
Tentu saja perbedaan antara generasi pasti bisa terjadi dan hal ini sering ditemui di tempat kerja. Hal ini jelas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perkembangan teknologi, perubahan budaya di lingkungan sosial, perbedaan pendidikan, dan juga berbagai faktor lainnya. Namun ternyata berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan, ditemukan bukti yang mendukung maupun menolak adanya perbedaan generasi yang signifikan di tempat kerja (Becton et al., 2014; Jones et al., 2018).
Meskipun perbedaan pasti ada, namun kita perlu berhati-hati dalam menyikapi berbagai stereotypes yang ada. Hal ini berlaku bukan hanya untuk Gen Z namun juga generasi-generasi sebelumnya yang juga punya riwayat mendapatkan label stereotypes tertentu. Salah satu kesalahan berpikir yang biasanya memicu permasalahan di tempat kerja adalah karena ada pihak-pihak yang menerima stereotypes yang beredar sebagai suatu fakta. Padahal tentunya hal ini belum tentu benar apalagi untuk diberikan kepada seluruh generasi yang terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda.
Dengan demikian apakah berarti permasalahan Gen Z di tempat kerja yang seringkali diliput berbagai media merupakan suatu kebohongan? Mungkin penjelasan yang lebih tepat adalah isu tersebut bukanlah sesuatu yang berada di tingkat generasional melainkan di tingkat individual. Perbedaan antara generasi pasti ada, namun bukan berarti label yang diberikan kepada masing-masing generasi pastilah benar. Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati untuk tidak semakin menerima stereotypes yang ada sebagai suatu kebenaran. Karena hal ini dapat berdampak kepada gaya berpikir yang terpolarisasi.
Jadi, apa yang bisa dilakukan dalam menghadapi situasi ini? Ada beberapa hal yang perlu kita ingat. Salah satunya bahwa stereotypes yang kerap kali digunakan untuk mendeskripsikan suatu generasi terutama Gen Z bukan mengacu kepada suatu fakta yang akurat. Permasalahan ini sesungguhnya juga pernah terjadi antara Gen X dengan Baby Boomers, ataupun Gen X dengan Millenials. Pada akhirnya kunci dari mengatasi permasalahan yang muncul adalah dengan beradaptasi dengan perubahan zaman dan generasi serta membangun komunikasi yang positif.
Permasalahan di tempat kerja tentunya tidak bisa dihindari, namun dengan membangun komunikasi dan upaya adaptasi, maka kita bisa mencoba untuk membangun lingkungan pekerjaan yang sehat. Jangan lupa bahwa saat ini Gen Z hanya sebesar 6% di pasar tenaga kerja. Bukankah terlalu kejam untuk memberikan begitu banyak label negatif kepada generasi masa depan yang baru saja memasuki dunia kerja? Bahkan hanya baru sebagian kecil saja dari generasi tersebut yang mulai terjun ke dalam dunia pekerjaan.
Kalau menurut pengalamanmu sendiri, bagaimana?
コメント