top of page

Quarter-Life Crisis: Usia 20–30 yang Tidak Sesuai Ekspektasi

  • Writer: Winnie Hakim
    Winnie Hakim
  • Aug 1
  • 3 min read

quarter-life crisis

Mungkin kamu tumbuh dengan banyak ekspektasi. Mulai dari ekspektasi diri sendiri, ekspektasi keluarga, ataupun lingkungan sosial. Kebanyakan orang menggambarkan usia 20-30 sebagai usia emas dengan begitu banyak kesempatan. Dimulai dari segi karier sudah mapan, sukses, atau mencapai financial freedom. Mungkin juga menikah dan memiliki anak. Usia yang dipenuhi produktivitas dan kamu mungkin sudah mendapatkan bayangan mengenai kehidupan ke depannya serta stabilitas yang kamu inginkan.




Namun, realitanya?

Realitanya adalah banyak anak-anak muda berusia 20-30 tahun yang merasa kehilangan arah. Terlebih, pandemi COVID-19 yang terjadi juga membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan orang yang disayang. Krisis identitas ini berlangsung dan mereka merasa tersesat. Mungkin mereka tidak memiliki pekerjaan atau sulit mencari pekerjaan. Ada juga yang sudah memiliki pekerjaan tapi gaji tidak cukup untuk menghidupi diri dan keluarga. Ada yang masih tinggal bersama orang tua, dan banyak juga yang belum menikah. Semua indikator-indikator ini membuat mereka mengalami krisis, terlebih di tengah ekspektasi sosial. “Gagal” kalau kata mereka, tapi apakah betul, bahwa semua hal ini membuat kita gagal?

 

Definisi Quarter-Life Crisis

Menurut Robbins dan Wilner, quarter-life crisis adalah fenomena yang dialami oleh para individu berusia 20-29 tahun yang sedang menjajaki transisi dari kenyamanan menuju realita yang biasanya menimbulkan kecemasan akan masa depan. Bisa dibilang bahwa quarter-life crisis timbul sebagai bagian dari ekspektasi sosial dan individu yang ada. Seringkali, ciri-ciri yang muncul adalah sebagai berikut: (1) Merasa marah terhadap sitausi, (2) Merasa takut, (3) Merasa tidak berdaya, dan (4) Merasa tidak ada tujuan dalam hidup (Hasyim et al., 2024).


Quarter-life crisis bisa dikatakan adalah fenomena yang umum dan dialami banyak orang. Jadi tenang, kamu tidak sendiri. Namun ketika kondisi ini berkepanjangan maka kamu bisa mengalami cemas berkepanjangan, tidak merasa berdaya, dan merasa terus-terus gagal. Tentunya pikiran-pikiran ini tidak membantu karena pada akhirnya akan menghambat kamu untuk bertumbuh.

 

Cara-cara menghadapi Quarter-Life Crisis

Quarter-life crisis bukan pertanda kamu gagal. Justru sebaliknya, ini adalah tanda bahwa kamu sedang bertumbuh, berpikir, dan mulai dengan serius memaknai hidupmu. Berikut beberapa langkah yang bisa kamu lakukan untuk melewati masa-masa ini dengan lebih sadar dan sehat:

  1. Hadapi perasaan dan pemikiran secara terbuka

    Ingat, bahwa ini bukanlah soal perlombaan sehingga kamu tidak perlu mengetahui jawaban dari segala hal. Terima rasa tidak nyaman itu sebagai bagian dalam diri dan perjalanan hidup. “Aku merasa bingung,”, “Aku merasa tersesat”, dan “Aku merasa hilang arah,” semua itu adalah perasaan kebingungan yang perlu kamu terima secara lapang dada. Kebingungan bukan kegagalan, itu justru menjadi pertanda bahwa kamu sedang mempertimbangkan baik-baik apa yang kamu ingin dalam hidup.

  2. Sadari trigger yang mungkin membuatmu semakin cemas

    Melihat sosial media mungkin membuatmu cemas terlebih ketika melihat pencapaian orang lain. Mungkin ini saatnya untuk kamu melimitasi hal-hal yang tanpa kamu sadari membuatmu lebih cemas dan bingung, atau bahkan sampai membuatmu terpaksa untuk mengikuti standar orang lain.

  3. Ambil waktu refleksi untuk diri sendiri

    Refleksi bukan berarti kita hanya duduk diam, namun mengambil waktu untuk betul-betul mendengarkan isi kepala dan isi hati sendiri. Lakukan teknik journaling untuk kamu menceritakan apa yang kamu inginkan. Sebagai contohnya pertanyaan yang bisa kamu refleksikan:

    • Aspek-aspek apa yang menurutku paling penting dalam hidup?

    • Dari angka 1-10, seberapa puas diriku dengan aspek tersebut?

    • Apakah jika aku memenuhi aspek tersebut, maka aku akan merasa lebih puas dan tenang dalam hidup?

    • Apa langkah kecil yang bisa aku ambil untuk mendekati kepuasan aspek tersebut?

  4. Bereksperimen dengan hal baru

    Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Mungkin selama ini kamu terlalu sibuk dengan banyak hal, sampai-sampai lupa bahwa sebetulnya ada banyak sekali hal yang ingin kamu coba tetapi tidak sempat kamu lakukan. Mulailah dari langkah kecil. Misalkan, kamu selalu ingin punya toko kue. Bagaimana dengan memulai untuk mengikuti courses untuk buat kue terlebih dahulu, dibandingkan langsung membuka toko? Atau mungkin kamu selalu suka membaca, jadi bagaimana jika kamu meluangkan waktu lebih banyak untuk membaca dan juga mencari komunitas para pembaca buku?

  5. Carilah komunitas

    Tanpa disangka, komunitas-komunitas yang ada bisa membantumu berpikir lebih luas, serta juga menemukan orang-orang yang sepemikiran. Carilah komunitas yang kamu rasa memiliki background yang sama, seperti dalam hobi dan sebagainya. Memiliki teman-teman yang sama membuatmu berpikir bahwa kamu tidak sendirian dalam perjuangan ini, dan nyatanya, memang kamu tidak pernah sendirian.

  6. Tingkatkan kualitas hidup dengan lifestyle yang lebih baik

    Penuhi dirimu dengan hal-hal basic yang menambah kualitas hidup. Mungkin kamu tidak sadari, tetapi makan makanan yang bergizi, tidur cukup secara kuantitas maupun kualitas, serta olahraga yang cukup adalah penunjang kehidupan yang lebih baik. Jika kamu memiliki kesulitan dengan ini, kamu bisa sekali memulai langkah kecil dengan memenuhi fondasi stabilitas emosional dan mentalmu.

 

Semua perasaan yang kamu miliki adalah bagian alami dari pertumbuhan. Ketidaknyamanan ini bukan musuhmu, tapi penanda bahwa kamu sedang bergerak menuju versi diri yang jauh lebih baik dan hidup yang jauh lebih bermakna. Terus semangat untuk berproses, Eüdiance!

 


Referensi

Hasyim, F. F., Setyowibowo, H., & Purba, F. D. (2024). Factors contributing to quarter life crisis on early adulthood: A systematic literature review. Psychology Research and Behavior Management, 17. 1-12.

bottom of page